MUSIK TRADISIONAL BORDAH SEBAGAI SEBUAH KEARIFAN LOKAL PADA MASYARAKAT MELAYU PESISIR KABUPATEN LABUHANBATU UTARA.SKRIPSIUNIMED

MUSIK TRADISIONAL BORDAH SEBAGAI SEBUAH KEARIFAN LOKAL PADA UPACARA PERNIKAHAN MASYARAKAT MELAYU PESISIR 
KABUPATEN LABUHANBATU UTARA


SKRIPSI

Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Pendidikan

 

Oleh :

LAILATUL HASANAH
NIM. 2153342023

 


Logo_FBS_UNIMED.jpg

 

 

JURUSAN SENI DRAMA TARI DAN MUSIK
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2020



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah

Indonesia memiliki beragam budaya yang berasal dari suku-suku yang ada disetiap sudut wilayahnya, menyebabkan setiap daerah memiliki ciri khas kebudayaan yang berbeda. Dengan memperhatikan kebudayaan, akan tampak bagi kita bahwa ada unsur-unsur dasar dan umum yang ada dalam kebudayaan. Unsur-unsur tersebut antara lain : Bahasa, kepercayaan, pengetahuan dan teknologi, nilai, norma dan sanksi, simbol dan kesenian. Ragam suku ini terkadang disangkut pautkan dengan keyakinan yang mereka miliki. Salah satunya suku yang mendiami daerah pesisir timur Sumatra Utara yaitu suku Melayu, etnis yang mendukung kesenian yang ada di Sumatra Utara yang identik dengan masyarakat penganut Islam serta memiliki berbagai alat musik tradisi sendiri dan bentuk penyampaian musik tersendiri serta lagu-lagu melayu yang mereka miliki.

1

Terdapat berbagai daerah yang di tempati oleh suku melayu di Indonesia, salah satunya daerah pesisir Labuhanbatu Utara yang memiliki kesenian yang sangat sulit dijumpai di daerah melayu lainnya, khususnya masyarakat suku melayu pesisir desa Kuala Bangka kecamatan Kualuh Hilir, Kabupaten Labuhanbatu Utara, kesenian ini salah satunya musik tradisional bordah. Musik tradisional bordah terdapat di beberapa daerah di Indonesia seperti Riau, Asahan, Labuhan Batu, Labuhanbatu Utara seperti desa Gunting Saga, Aek Leidong, Tran, dan yang terakhir pada mayarakat mayoritas suku Melayu pesisir di desa Kuala Bangka, Kecamatan Kualuh Hilir Kabupaten Labuhanbatu Utara.

Adib (2009:23) Bordah / Burdah artinya adalah jubbah dari kulit atau bulu binatang.  Burdah dikenal sebagai sebuah puisi cinta Rasul yang terkenal. Pada awalnya, burdah tidak memiliki muatan nilai sakral- historis apa-apa, selain sekadar sebutan baju hangat atau jubbah sederhana yang biasa dipakai oleh orang-orang Arab. Adapun pencipta syair bordah sendiri adalah seorang seniman berkebangsaan Arab bernama lengkap Syafaruddin Abu Abdillah Muhammad bin Zaid AL-Bushiri. Burdah ditampilkan untuk menghibur raja-raja dahulunya

Kemudian pada masyarakat melayu pesisir kabupaten Labuhanbatu Utara syair burdah mengalami perubahan sejak tahun 1950-an. Musik tradisional bordah adalah sebuah kesenian dalam bentuk syair - syair, tari-tarian, musik tradisional gendang melayu, serta ritual adat pada upacara pernikahan masyarakat melayu pesisir Kabupaten Labuhanbatu Utara. Perubahan kesenian bordah ini telah dibahas oleh Nurmala Sari (2015) dengan judul Seni Bodah Pada Masyarakat Melayu di Kabupaten Labuhanbatu Utara Kajian Terhadap Bentuk Penyajian dan Perubahan. Musik tradisional bordah diyakini memiliki fungsi-fungsi tertentu yang belum banyak diketahui, oleh karena itu peneliti ingin mengetahui lebih dalam mengenai fungsi-fungsi tersebut.

Kesenian musik tradisional bordah memiliki nilai-nilai kearifan dari segi musik, tarian dan terutama syair, hal ini ditinjau dari segi makna syair yang dibawakan serta peranan masyarakat dalam melestarikan musik tradisional bordah. Nilai kearifan lokal merupakan nilai-nilai budaya yang berawal dari perilaku yang bersifat bijaksana yang ada di dalam suatu masyarakat yang sudah diajarkan secara turun temurun oleh para tetua mereka kepada anak cucu dan penerusnya. Nilai-nilai budaya dapat diterima oleh semua masyarakat dan berlaku dalam jangka waktu lama berdasarkan kesepakatan masyarakat yang hidup dilingkungan budaya tersebut. Nilai–nilai yang disepakati dan masih sesuai dengan kondisi sekarang tersebut merupakan kearifan lokal.

Desa Kuala Bangka yang merupakan salah satu desa pesisir sungai di keacamatan Kualuh Hilir menjadi daerah yang masyarakat melayunya masih kental dengan adat istiadat terutama musik tradisional bordahnya. Dengan adanya musik tradisional bordah menjadi salah satu simbol yang paling penting dan tidak pernah tinggal pada tiap kali upacara pernikahan berlangsung.

Keberadaan musik tradisional bordah diyakini membawa pengaruh positif bagi masyarakat sekitar serta memiliki berbagai fungsi positif. Hal ini menjadikan bordah sebagai sebuah media kearifan lokal bagi masyarakat desa Kuala Bangka. Oleh karna itu peneliti ingin mengetahui lebih jauh lagi mengenai nilai-nilai kearifan lokal musik tradisional bordah pada upacara pernikahan , sehingga dengan ini peneliti mencantumkan judul yaitu “Musik Tradisional Bordah sebagai sebuah Kearifan Lokal pada Upacara Pernikahan Masyarakat Melayu Pesisir Kabupaten Labuhanbatu Utara” .

BAB II
LANDASAN TEORITIS DAN KERANGKA KONSEPTUAL

A.    Landasan Teori  

Landasan teori adalah seperangkat definisi, konsep yang telah disusun rapi serta sistematis tentang variabel-variabel dalam sebuah penelitian. Landasan teori merupakan kumpulan teori yang berkaitan dengan hal-hal yang dikaji dalam suatu penelitian.     

Menurut Triyono (2013:97) definisi teori dapat disimpulkan menjadi “(1) suatu teori adalah pernyataan yang mengaitkan secara logis beberapa - beberapa konsep yang didefinisikan secara jelas, (2) teori merupakan cerminan atau gambaran tentang gejala atau fenomena sosial yang dapat dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, dan (3) teori berfungsi untuk menjelaskan (to explain), memprediksi (to predict), sebagai alat pengendali (to control), dan sebagai acuan (to reference) untuk merumuskan hipotesis.”. Teori tersebut digunakan sebagai landasan pemikiran dan acuan bagi pembahasan masalah yang diteliti. Landasan teori ini akan menjadi dasar yang kuat dalam sebuah penelitian yang akan dilakukan.

 

1.    Pengertian Keberadaan

8

   Keberadaan berarti suatu yang ada atau nyata. Secara harafiah diartikan sebagai tempat atau letak. Biasanya lebih melihat kearah lokasi, denah atau peta. Menurut Suragin (2004: 2) Keberadaan adalah kehadiran, yang berasal dari “ada”. Dalam arti khusus keberadaan ini sering dihubungkan untuk mencari sesuatu yang lama ada, namun perlu diangkat dan diselidiki kembali.

            Hal ini pun sejalan dengan pendapat lain dari Daminto (2004:5) :

“Keberadaan adalah sesuatu yang lama ada namun perlu di angkat atau diselidiki kembali”

 

   Dengan demikian, berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa keberadaan adalah adanya sesuatu berupa hasil karya manusia yang berorientasi pada pola pikir manusia pada masa tertentu dan perlu di angkat kembali. Maka dari itu, peneliti ingin mencoba melihat bagaimana keberadaan musik tradisional bordah pada upacara pernikahan masyarakat melayu pesisir kabupaten Labuhanbatu Utara.

 

2.    Teori Fungsi Musik

Fungsi adalah kegunaan dari suatu media dalam kegiatan tertentu yang dalam hal ini berhubungan dengan musik.

            Menurut Merriam dalam bukunya The Anthropology Of Music menyatakan ada 10 fungsi dari musik secara khusus, yaitu :

1.      Fungsi Emosional (1964:219) “Ada bukti yang cukup untuk menunjukkan bahwa fungsi music secara luas dan pada sejumlah tingkatan sebagai sarana ekspresi emosional. Dalam membahas teks lagu, kesempatan untuk menunjukkan bahwa salah satu fitur yang luar biasa adalah mengekpresikan ide-ide dan emosi tidak terungkap dalam wacana”.

2.      Fungsi penghayatan estetika (1964:219 “Masalah estetika dalam hal musik tidak sederhana, termasuk estetika baik dari sudut pandang sang pencipta dan contemplator, jika itu dianggap sebagai salah satu fungsi utama dari musik itu harus dibuktikan untuk budaya selain kita sendiri. Musik dan estetika  terkait dalam budaya barat dalam budaya Arab, India, Cina, Jepang, Korea, Indonesia, dan mungkin beberapa orang juga.”

3.      Fungsi hiburan menurut Meriam “Musik memberikan fungsi hiburan di semua masyarakat itu perlu untuk menunjukkan bahwa perbedaan antara “murni” hiburan, yang tampaknya menjadi fitur musik tertentu dimasyarakat barat dan hiburan yang dikombinasikan dengan fungsi lainnya”

4.      Fungsi komunikasi, Meriam (1964 :143) “Musik tanpa teks mampu memberikan komunikasi, namun kita sendiri belum tentu tahu apa yang dikomunikasikan oleh musik itu, bagaimana dan kepada siapa. Musik itu sendiri bukan suatu Bahasa universal yang dapat dimengerti oleh siapa saja, karena setiap jenis musik lahir dan tumbuh pada suatu masyarakat tertentu dengan kebudayaanya.”

5.      Fungsi perlambangan, Meriam (1964: 219) “Ada sedikit keraguan bahwa fungsi music dalam semua masyarakat sebagai persentasi simbolis dari ide-ide, perilaku, dan hl-hal lain”.

6.      Fungsi reaksi jasmani (1964:219) “faktanya musik mendatangkan reaksi jasmani dengan jelas dilingkungan masyarakat, yang kemungkinan respon tersebut dibentuk dari budaya. Sebagai contoh, dengan jelas mendatangkan bagian sedikit oleh fungsi musik dalam sebuah situasi yang penuh dan tanpa kepemilikan yang pasti upacara keagamaan didalam beberapa budaya masih dipertimbangkan ketidakberhasilannya. Musik juga mendatangkan, membandingkan, membangkitkan gairah dan terus menerus dalam kepribadian orang banyak, ini mendatangkan reaksi jasmani dari pejuang dan pemburu, itu disebut reaksi fisik dari sebuah tarian. Hal utama terhadap penanganan upacara. Produksi dari reaksi jasmani nampaknya dengan jelas menjadi fungsi yang penting dalam music, pertanyaannya, apakah hal ini utama sebuah respon biologi yang dibentuk oleh budaya?”.

7.      Fungsi pengesahan lembaga sosial dan upacara kegamaan menurut Meriam (1946: 219) “saat musik digunakan dalam sosial dan situasi keagamaan, ada sedikit informasi untuk menunjukkan persetujuan yang mana itu cenderung untuk mensyahkan lembaga dan upacara keagamaan. Kehormatan untuk Nafaho, Ricard mengatakan “fungsi utama dari lagu adalah untuk memelihara ketentraman, untuk menetapkan symbol upacara” (1950:228) dan burrows memberikan komentar terhadap salah satu fungsi dari lagu di Twamotus adalah “menanamkan potensi gaib dengan mantra.”

8.      Fungsi yang berkaitan dengan norma-norma sosial menurut Meriam(1964:219) “permainan lagu-lagu dalam keteraturan sosial merupakan jal utama yang penting dari budaya, Ini juga didirikan dalam penggunaan lagu, sebagai contoh, saat upacara peresmian, ketika anggota yang lebih muda dalam komunitas dilatih dengan tegas dalam perilaku yang pantas dan tidak pantas. Pelaksanaan kesesuaian untuk norma sosial adalah salah satu kegunaan utama dari musik”.

9.      Fungsi kesinambungan kebudayaan menurut Meriam (1964:219) : Jika music diizinkan untuk mengekspresikan emosional, memberikan estetika kesenangan, hiburan, hubungan, mendatangkan respon jasmani, melaksanakan kesesuaian untuk norma sosial, dan pengesahan, lembaga sosial dan upacara keagamaan, itu jelas berkontribusi terhadap keselarasan dan stabilitas budaya, dalam pengertian ini, kemungkinan itu berkontribusi lebih sedikit atau tak sebanyak daripada aspek yang lain dari budaya, dan kita disini kemungkinan menggunakan fungsi dalam batas pengertian “memainkan sebagian”.

10.  Fungsi pengintegrasian masyarakat menurut Meriam (1964:219) “dalam waktu yang sama, tak banyak unsur budaya memberikan kesempatan untuk mengekspresikan emosional, hiburan, hubungan dan seterusnya untuk memberikan perizinan dalam musik lebih lanjut. Musik dalam sebuah pengertian adalah sebuah aktifitas kebudayaan. Dalam pengertian itu dibagi berdasarkan fungsi dengan yang lain dalam seni. Sebagai wahana dalam sejarah, dongeng dan legenda menjadi poin yang terhubung dengan budaya, melalui perluasan pendidikan pengawasan kesalahan anggota dalam lingkungan masyarakat dan ketegangan terhadap yang benar, hal itu berperan terhadap stabilitas budaya.”

 

 

       Menurut Aminudin (2009 : 9) :

“secara umum fungsi musik bagi masyarakat Indonesia antara lain : (1) sebagai sarana atau media upacara, (2) media hiburan, (3) media ekpresi,(4) media komunikasi, (5) pengiring tari, (6) sarana ekonomi.”

 

   Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa fungsi merupakan suatu kegiatan yang bermanfaat dan berguna bagi kehidupan suatu masyarakat dimana keberadaan suatu hal tersebut mempunyai arti penting dalam kehidupan sosial.

   Pada upacara pernikahan masyarakat Melayu pesisir Kabupaten Labuhanbatu Utara, musik tradisional bordah merupakan kesenian yang wajib pada pelaksanaannya. Karena dalam prakteknya perpaduan antara musik dengan gerak tari, syair atau lagu dalam pertunjukannya adalah suatu kesatuan utuh dan akan memberi dampak terhadap pertunjukannya. Hal tersebut sangat sesuai bila digunakan untuk memeriksa masalah fungsi yang berkaitan dalam fenomena yaitu fungsi musik tradisional bordah pada upacara pernikahan masyarakat melayu pesisir Kabupaten Labuhanbatu Utara.

 

3.  Teori Nilai - nilai Kearifan Lokal

a.      Pengertian Nilai

Nilai secara etimologi merupakan pandangan kata value (bahasa Inggris) (moral value). Nilai sering diartikan sebagai konsep tentang sesuatu yang dianggap penting dan berharga sehingga terkadang menjadi pedoman atau pola bagi kehidupan manusia, karena setiap kebudayaan masyarakat tertentu memiliki nilai tersendiri.

Beberapa tokoh mendefinisikan nilai sebagai berikut :

a.       Menurut Kartono dan Dali Guno (2003), nilai sebagai hal yang dianggap penting dan baik. Semacam keyakinan seseorang terhadap yang seharusnya atau tidak seharusnya dilakukan ( misalnya jujur, ikhlas) atau cita-cita yang ingin dicapai oleh seseorang (misalnya kebahagiaan, kebebasan).

b.      Menurut Yunus ( 2014 : 18) Nilai erat hubungannya dengan manusia, baik dalam bidang etika yang mengatur kehidupan manusia dalam kehidupan sehari-hari, maupun bidang estetika yang berhubungan dengan persoalan keindahan, bahkan nilai masuk ketika manusia memahami agama dan keyakinan beragama. Oleh karena itu, nilai berhubungan dengan sikap seseorang sebagai warga masyarakat, warga suatu bangsa, sebagai pemeluk suatu agama dan warga dunia.

c.       Menurut  Zakiyah dan Rusdiana (2014:14) Nilai merupakan sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukkan kualitas, dan berguna bagi manusia. Dalam filsafat, istilah ini digunakan untuk menunjukkan kata benda abstrak yang artinya keberhargaan yang setara dengan berarti atau kebaikan.”

d.      Prof.Drs.Notonegoro,S.H menyatakan Nilai yang beragam dapat diklarifikasikan kedalam macam atau jenis nilai. ada tiga macam nilai, yaitu : (a) Nilai materiil (b) Nilai vital. (c) Nilai kerohanian. Dalam filsafat nilai secara sederhana dibedakan menjadi Nilai logika, Nilai etika dan Nilai estetika.

Sementara itu, Satyananda,dkk (2014:67) berpendapat :

“Nilai budaya sifatnya abstrak yang berada dalam pikiran manusia atau masyarakat dimana kebudayaan yang bersangkutan hidup dan berkembang. Apabila warga masyarakat menyatakan gagasan mereka itu dalam suatu tindakan ritual maka lokasi nilai budaya itu berada dalam bentuk upacara-upacara tradisional. Nilai budaya sering disebut sebagai tata kelakukan, dengan maksud bahwa nilai budaya itu berfungsi sebagai tata kepada kelakukan yang mengatur, mengendalikan, dan memberi arah kepada kelakuan dan perbuatan manusia dalam masyarakat.”

 

Dari semua definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa nilai adalah segala hal yang berhubungan dengan tingkah laku manusia mengenai baik atau buruk yang diukur oleh agama, tradisi, etika, moral, dan kebudayaan yang berlaku dalam masyarakat.

 

      b. Kearifan Lokal ( Local Wisdom )

Kearifan lokal dalam bentuk yang umum mempunyai pengertian kebijaksanaan atau pengetahuan asli suatu masyarakat yang berasal dari nilai luhur tradisi budaya untuk mengatur tatanan kehidupan masyarakat. Dalam pandangan masyarakat Buda keling, kearifan lokal mempunyai pengertian perilaku positif manusia berhubungan dengan alam dan lingkungan sekitarnya yang dapat bersumber dari nilai, agama, adat-istiadat, petuah nenek moyang, atau budaya setempat, yang terbangun secara alamiah dan beradaptasi dengan lingkungan.

Kearifan lokal adalah padanan dari bahasa Inggris Local Wisdom. Di dalam kamus, kata bentukan ini terdiri dari dua kata, yaitu, kearifan (wisdom) dan lokal (local). Dalam Kamus Inggris Indonesia karya John M. Echols dan Hassan Shadily, kata local berarti setempat, sedangkan wisdom (kearifan) sama dengan kebijaksanaan. Secara umum maka local wisdom (kearifan setempat) dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan setempat (local) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh segenap anggota masyarakatnya (Takari, Fadlin dan Zaidan, 2014 : 299).

Menurut Satyananda, dkk (2014:10) kata kearifan hendaknya juga dimengerti dalam arti luasnya, yaitu tidak hanya berupa norma-norma dan nilai-nilai budaya tetapi juga segala unsur gagasan, termasuk yang berimplikasi pada teknologi, penanganan kesehatan, dan estetika.

Hidayati (2018: 235) berpendapat :

“Kearifan lokal adalah pandangan hidup dan ilmu pengetahuan serta berbagai strategi kehidupan yang berwujud aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal dalam menjawab berbagai masalah dalam pemenuhan kebutuhan mereka. Dalam bahasa asing sering juga dikonsepsikan sebagai kebijakan setempat local wisdom atau pengetahuan setempat “local knowledge” atau kecerdasan setempat local genious.Berbagai strategi dilakukan oleh masyarakat setempat untuk menjaga kebudayaannya.”

 

Keragaman budaya yang dimiliki oleh masing-masing daerah di Indonesia menjadi salah satu aset yang yang harus dipertahankan. Dari masing-masing budaya tersebut pasti memiliki cara dan pola dalam kehidupan, sehingga hal tersebut menjadi suatu kearifan lokal (local wisdom) pada masyarakat tertentu.  Sama halnya dengan Hidayati, Sibarani ( 2015 : 63) mengatakan :

“Kearifan lokal adalah pengetahuan asli (indigineous knowledge) atau kecerdasan lokal (local genius) suatu masyarakat yang berasal dari niai luhur tradisi budaya untuk mengatur tatanan kehidupan masyarakat dalam rangka mencapai kemajuan komunitas baik dalam penciptaan kedamaian maupun peningkatan kesejahteraan masyarakat. Kearifan lokal itu mungkin berupa pengetahuan lokal, keterampilan lokal, kecerdasan lokal, sumber daya lokal, norma-etika lokal, dan estetika lokal.”

Setiap daerah pasti memiliki kearifan lokal yang berbeda terutama masyarakat Melayu. Masyarakat Melayu memiliki kesenian yang terdiri dari berbagai cabang seni seperti musik, tari, teater, rupa, arsitektur, dan lainnya. Kesenian Melayu adalah ekspresi dari kebudayaan masyarakat Melayu. Di dalamnya terkandung sistem nilai Melayu, yang dijadikan pedoman dan tunjuk ajar dalam berkebudayaan. Kesenian Melayu menjadi bahagian yang integral dari institusi adat. Hal ini sejalan pula dengan pendapat Sibarani (2015: 50) :

“ Kearifan lokal adalah kebijaksanaan atau pengetahuan asli suatu masyarakat yang berasal dari nilai luhur tradisi budaya untuk mengatur tatanan kehidupan masyarakat.”

 

Kearifan lokal dimanfaatkan leluhur kita di Nusantara ini sejak dahulu untuk mengatur berbagai  kehidupan secara arif. Para pemimpin desa atau pemimpin komunitas pada zaman dahulu dapat memimpin rakyat dengan bijaksana meskipun pendidikan formal mereka tidak begitu tinggi, atau bahkan tidak pernah menempuh pendidikan formal.Itu membuktikan bahwa kearifan lokal sebagai local genius mampu mengatur tatanan kehidupan.

Berdasarkan beberapa pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan nilai kearifan lokal yaitu konsep atau kebijakan yang ditunjukkan melalui suatu tempat atau tempat tertentu berdasarkan ajaran-ajaran budaya tradisional nenek moyang sebagai pembentukan karakter luhur yang menjadi pegangan atau pedoman dalam mempertahankan nilai-nilai kehidupan dan budaya bangsa. Musik Tradisional bordah memiliki berbagai nilai-nilai kearifan lokal tersendiri yang belum diketahui lebih luasnya apa saja nilai-nilai kearifan lokal pada musik tradisional bordah tersebut.

 

4.      Musik Tradisional

            Musik tradisional adalah seni tradisi yang merupakan identitas, jati diri, media ekspresi dari masyarakat pendukungnya.

          Menurut Purba (2007: 20) :

“Musik tradisional adalah musik repertoire-nya (kumpulan komposisi siap pakai), strukturnya, idiomnya, instumentasinya serta gaya maupun elemen-elemen dasar komposisinya; ritme, melodi, modus atau tangga nada tidak diambil dari system musical yang berasal dari luar kebudayaan masyarakat pemilik musik dimaksud. Dengan kata lain, musik tradisional adalah musik yang berakar pada tradisi salah satu atau beberapa suku di suatu wilayah tertentu.

 

            Hampir seluruh wilayah Indonesia memiliki seni musik tradisional yang khas. Keunikan tersebut bisa dilihat dari teknik pemainannya, penyajiannya maupun bentuk/organology instrument musiknya. Dan masyarakat  dengan suku tertentu mengelolanya dengan berdasarkan kebudayaan mereka. Pendapat Purba tersebut hampir sama halnya dengan pendapat Banoe : (2003: 289)

“Musik Tradisi – Musik yang secara tradisional diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya tanpa skriptum.”

 

          Dengan demikian dapat dikatakan bahwa yang dimaksud dengan musik tradisional adalah rangkaian bunyi sebagai aktivitas manusia yang memiliki tujuan tertentu. Artinya aktivitas pengguna musik pada etnik tertentu, berkaitan dengan adat istiadat atau struktur masyarakatnya yang diwariskan secara turun temurun .

 

5.    Sekilas Tentang Kesenian Bordah

Bordah adalah sebutan kesenian tradisional terkhusus bagi masyarakat melayu pesisir di Kabupaten Labuhanbatu Utara. Pada umumnya orang-orang lebih mengenal dengan sebutan burdah, yaitu sebuah puisi atau nyanyian puji-pujian kepada Nabi Muhammad. Pengertian Burdah sendiri  menurut Adib (2009 : viii) :

“Burdah adalah sebuah puisi cinta rasul yang sangat fenomenal, yang kemudian banyak diterjemahkan ke berbagai bahasa ( India, Pakistan, Persia, Turki, Punjabi, Swahili, Urdu, Indonesia, Inggris, Prancis, Spanyol, Jerman, dan Italia).”

 

Syair burdah diciptakan oleh seorang penyair bernama lengkap Abu Abdillah Syaraf ad-Din Muhammad ibn Sa’id ibn Hammad ibn Muhsin ibn Abdillah ibn Shanhaj ibn Mallal al-Bushiri. Yang lebih dikenal dengan nama akrab Imam Al-Bushiri (1213-1295), seorang pujangga asal Bushir, keturunan suku Shanhajah yang berkedudukan di Berber, sebuah kota kecil di Mesir yakni  pesisir sungai Nil di Kawasan Sudan bagian utara.

Burdah tidak hanya berisi shalawat dan pujian kepada Rasul semata, melainkan juga keluhan-keluhan hati Al-Bushiri dan beberapa petuah tentang pentingnya menjaga hawa nafsu. Hal inilah yang membuat syair burdah berbeda dengan musik-musik islami pada umumnya seperti nasyid, syair al-barzanji, nyanyian padang pasir, dan lain lain sebagainya.

Nama syair yang sesungguhnya diberikan oleh sang penggubah adalah al-Kawakib ad-Durriyah fi al-Madh ala Khair al Barriyah (Bintang – Bintang Gemerlap Tentang Pepujian Terhadap Sang Manusia Terbaik). Akan tetapi karena berita tentang mimpi perjumpaannya dengan Nabi tersebar luas, nama burdah itulah yang kemudian menjadi identitas bagi syair tersebut. Nama burdah bahkan jauh lebih populer dari pada nama aslinya. (Al- ahdal, dalam Adib 2009: 22).

Awalnya, bordah pertama kali masuk ke Indonesia karena dibawa oleh seorang berkebangsaan Arab bernama Said Ali Al-Idrus yang diundang oleh Raja Indragiri Hulu untuk mengajarkan Islam, sambil mengajarkan Islam,  beliau mengajarkan seni burdah kepada masyarakat. Lalu burdah berkembang ke berbagai daerah di Indonesia termasuk ke Kesultanan Kualuh Hilir, Labuhanbatu Utara yang juga disajikan untuk menghibur Raja dan Ratu Kesultanan Kualuh.

Setelah tidak adanya lagi Kesultanan, kesenian bordah lalu ditampilkan pada upacara pernikahan masyarakat melayu pesisir kabupaten Labuhanbatu Utara sejak tahun 1950-an. Kasidatul Burdah (Ų§Ł„ŲØŲ±ŲÆŲ© Ł‚ŲµŁŠŲÆŲ©) oleh masyarakat melayu pesisir Kabupaten Labuhanbatu Utara lalu ditambahkan alat musik gendang melayu, tari-tarian dan juga ciri khas ketinggian suara penyanyi. Bordah mengalami perubahan dulu dan sekarang dari bentuk penyajian namun hal ini sudah pernah dibahas oleh Nurmala sari (2015) dengan judul Seni Bordah Pada Masyarakat Melayu Di Kabupaten Labuhanbatu Utara Kajian Terhadap Bentuk Penyajian Dan Perubahan.

            Dari pemaparan sekilas tentang kesenian bordah tersebut, dapat disimpulkan bahwa kesenian bordah adalah bentuk kesenian musik tradisional dalam bentuk tari-tarian, lantunan syair atau nyanyian, serta alat musik tradisional gendang melayu yang mana kesenian ini dikaitkan pada kepercayaan serta adat istiadat masyarakat melayu pesisir Kabupaten Labuhanbatu Utara.

    

6. Upacara Pernikahan

            Upacara merupakan suatu bagian dari kegiatan manusia yang hanya dilakukan pada saat - saat tertentu dan untuk memperingati kejadian tertentu saja. Upacara adalah suatu rangkaian khusus yang mempunyai jalan atau aturan-aturan dan tatanan yang khusus yang dilakukan oleh suatu komunitas tertentu. Upacara juga merupakan bentuk rasa hormat kepada Tuhan, Dewa, Leluhur, dan Roh-roh. Hal ini sesuai dengan pendapat Koentjaraningrat ( 2002 : 204) :

“Sistem reiligi mempunyai wujudnya sebagai sistem keyakinan, dan gagasan-gagasan tentang Tuhan, dewa-dewa, roh-roh halus, neraka, sorga, dan sebagainya, tetapi mempunyai juga wujudnya yang berupa upacara-upacara , baik yang bersifat musiman maupun yang kadangkala, dan setiap sistem religi juga mempunyai wujud sebagai benda-benda suci dan benda-benda religious. Contoh lain adalah unsur universal kesenian yang berwujud gagasan- gagasan, ciptaan- ciptaan pikiran, ceritera-ceritera dan syair-syair yang indah”.

 

            Bentuk-bentuk upacara perkawinan ini, ada yang relatif sederhana, ringkas, dan cepat. Namun di kalangan kelompok adat manusia yang lainnya, ada yang relatif kompleks, memakan waktu yang panjang, biaya yang relatif besar, penuh dengan simbol-simbol, dan seterusnya.

            Menurut Salamun,dkk ( 2002 : 73)

“Upacara Perkawinan/pernikahan mempunyai maksud dan tujuan menyatukan dua insan dalam satu keluarga yang disahkan oleh  lembaga perkawinan secara sah. Upacara perkawinan merupakan pengumuman kepada khalayak masyarakat, sekaligus menjalani upacara pasangan tersebut menapak ke jenjang kedewasaan berumah tangga. Sehingga demikian pasangan tersebut telah layak memasuk gerbang rumah tangga sekaligus memasuki komunitas masyarakat dengan status telah berkeluarga.”

 

            Takari , Zaidan dan Fadlin ( 2014: 4-3) Perkawinan dalam peradaban umat manusia adalah untuk memenuhi eksistensinya sebagai makhluk, yang terus menjaga kesinambungan keturunannya. Selain itu, manusia dianugerahi Tuhan keinginan atau hasrat seksual. Namun kebutuhan ini, mestilah diabsahkan oleh institusi budaya yang selalu disebut dengan adat.

             Sesuai pendapat - pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa upacara pernikahan merupakan suatu proses pembentukan keluarga yang terikat kepada norma atau aturan tertentu menurut adat dan agama.  Dalam penelitian ini, musik dalam upacara pernikahan masyarakat Melayu pesisir di Kabupaten Labuhanbatu utara yakni musik tradisional bordah, menjadi salah satu adat kesenian yang wajib dibawakan.

 

 

 

 

 

 

B. Kerangka Konseptual

Konsep merupakan hal yang paling utama sebagai prasarana dalam menguraikan permasalahan secara sitematis dalam meniliti persoalan ilmiah.Tidak hanya membatasi, konsep juga dapat mengarahkan perhatian penulis pada topik yang sudah ditentukan.Sumber sumber seperti skripsi, artikel, buku dan majalah dapat menjadi kutipan untuk menentukan konsep.

            Menentukan kerangka konseptual dari sebuah penelitian yang akan dilaksanakan hendaklah diuraikan berdasarkan judul penelitian. Tujuannya untuk menghindari terbentuknya persepsi yang berlawanan dengan penelitian yang akan dilakukan. Kerangka konsep penelitian ini berawal dari judul penelitian, dalam judul penelitian peneliti akan mendapatkan masalah-masalah pada penelitian yang akan diteliti.

Berdasarkan penjelasan diatas dan berdasarkan sumber-sumber yang telah dipaparkan oleh peneliti, dapat diketahui bahwa kerangka konseptual yang digunakan pada penelitian ini lebih difokuskan pada Keberadaan, Fungsi dan nilai-nilai kearifan musik tradisional bordah pada upacara pernikahan masyarakat Melayu pesisir kabupaten Labuhanbatu Utara.


            BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Letak Geografis Kabupaten Labuhanbatu Utara

Peta Kabupaten Labuhanbatu Utara

Gambar 4.1. Peta Kabupaten Labuhanbatu Utara.

 

35

Kabupaten Labuhanbatu Utara adalah kabupaten yang baru dimekarkan dari Kabupaten Labuhanbatu sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2008 pada 24 Juni 2008 tentang Pembentukan Kabupaten Labuhanbatu Utara, semasa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Ibu kota kabupaten ini terletak di Aek Kanopan. Kabupaten Labuhanbatu Utara mempunyai kedudukan yang cukup strategis, yaitu berada pada jalur lintas timur Sumatra dan berada pada pertengahan menuju Provinsi Sumatra Barat dan Riau, yang menghubungkan pusat-pusat perkembangan wilayah di Sumatra dan Jawa serta mempunyai akses yang memadai ke luar negeri karena berbatasan langsung dengan Selat Malaka.

Kesultanan besar pernah berdiri di sini, yakni Kesultanan Kualuh yang berkedudukan di Tanjung Pasir, kecamatan Kualuh Hulu.

Pada mulanya luas kabupaten ini adalah 9.223,18 km² atau setara dengan 12,87% dari luas Wilayah Provinsi Sumatra Utara. Sebagai Kabupaten terluas kedua setelah Kabupaten Tapanuli Selatan, sedangkan jumlah penduduknya sebanyak 1.431.605 jiwa pada tahun 2007. Kabupaten Labuhanbatu terletak pada koordinat 10 260 – 20 110 Lintang Utara dan 910 010 – 950 530 Bujur timur. Dengan dibentuknya Kabupaten Labuhanbatu Selatan dan Kabupaten Labuhanbatu Utara, maka luas kabupaten ini menjadi 2.562,01 km² dan penduduknya sebanyak 857.692 jiwa pada tahun 2008. Berdasarkan BPS Kabupaten Labuhanbatu Utara tahun 2017, jumlah penduduk kabupaten ini berjumlah 472.215 jiwa.

Kabupaten Labuhanbatu Utara berbatasan langsung dengan Kabupaten Asahan, Padang Lawas Utara, Tapanuli Utara, Toba Samosir dan Labuhanbatu (induk). Kabupaten Labuhanbatu Utara terdiri dari 8 kecamatan, 8 kelurahan dan 82 desa. Adapun 8 kecamatan yang terdapat di Kabupaten Labuhanbatu Utara adalah kecamatan Aek Kuo, Kecamatan Aek Natas, Kecamatan Kualuh Hilir, Kecamatan Kualuh Hulu, Kecamatan Kualuh Leidong, Kecamatan Kualuh Selatan, Kecamatan Merbau dan Kecamatan Na IX-X.

B.       Gambaran Umum Masyarakat Melayu Pesisir Kabupaten Labuhanbatu Utara

1.      Agama dan Kepercayaan

Secara umum masyarakat Melayu melalui beberapa fase perubahan dalam agama yang dipegang. Antaranya, masyarakat melayu telah menganut kepercayaan animisme, budha, Hindu dan Islam. Kendatipun begitu, antara ke empat-empat kepercayaan yang telah disebutkan, Islam merupakan agama yang telah memberikan kesan dan dampak yang mendalam dalam hidup masyarakat Melayu. Sehingga masyarakat Melayu beragama Islam.

Adapun masyarakat melayu pesisir Kabupaten Labuhanbatu Utara seluruhnya beragama Islam. Menurut Bapak Ayyub selaku tetua tokoh seni di Labuhanbatu Utara, masyarakat melayu pertama kali hadir sejak kesultanan – kesultanan berdiri, sehingga sejak pertama kali masyarakat melayu menapaki Kabupaten Labuhanbatu Utara, mereka tidak menganut agama lain selain agama Islam.

Namun dampak unsur-unsur animisme masih terlihat dalam sistem kepercayaan masyarakat melayu pesisir Labuhanbatu Utara, hal ini dapat ditemukan dalam beberapa ritual seperti Jamu Sungai, Tolak Bala, Menghanyutkan lancang dan proses pengobatan tradisional terhadap kepercayaan kepada kuasa luar biasa seperti percaya akan adanya pawang dan benda-benda yang dianggap keramat yaitu kemenyan, gobuk, jamur, bunga rampai dan lain-lain.

 

2.      Adat Istiadat

Adat-istiadat adalah kumpulan dari berbagai kebiasaan, yang lebih banyak diartikan tertuju kepada upacara khusus seperti adat: perkawinan, penobatan raja, dan pemakaman raja.

Dalam realitasnya, sejauh peneliti lakukan, adat istiadat yang masih dilakukan oleh masyarakat Melayu pesisir Kabupaten Labuhanbatu Utara  dapat dikategorikan  : (1) Adat-istiadat yang berkaitan dengan siklus hidup seperti : bersalin,  mandi sampat, potong tali pusat, naik buaian (mengayun anak), bercukur, berkhitan (sunnat). (2) adat istiadat perkawinan seperti : merisik, meminang, berinai, kenduri, menjemput atau berkampung. (3)Adat yang berkait dengan kegiatan pertanian dan maritime seperti : membuka tanah (mulaka ngerbah), bercocok tanam (tabur benih, mulaka nukal), berahoi (mengirik padi), turun perahu, menjamu laut. (4) adat-istiadat Pertunjukan, musik, tari, dan teater seperti : buka panggung, mamuncak (tari gubang), siram beras, babordah, menarikan inai, pantun, gurindam, nazam, dan lain-lain.

 

 

3.      Sistem Kekerabatan

Sebagaimana diketahui bahwa pesisir pantai timur merupakan basis hunian bagi suku Melayu yang membentang mulai dari daerah Langkat, Medan, Bedagai, Asahan hingga daerah Provinsi Riau. Oleh sebab itu, suku Melayu tentu menjadi suku asli penghuni Kabupaten Labuhanbatu Utara pada awalnya. Lalu migrasi penduduk  kemudian Kabupaten Labuhanbatu Utara dihuni suku-suku lain seperti jawa, batak Toba, Batak Mandailing dan tionghua.

             Dalam kebudayaan masyarakat Melayu Labuhanbatu Utara sistem kekerabatan berdasar baik dari pihak ayah maupun ibu, dan masing-masing anak wanita atau pria mendapat hak hukum adat yang sama. Pembagian harta pusaka berdasarkan kepada hukum Islam (syarak), yang terlebih dahulu mengatur pembagian yang adil terhadap hak syarikat, yaitu harta yang diperoleh bersama dalam sebuah pernikahan suami-istri. Hak syarikat ini tidak mengenal harta bawaan dari masing-masing pihak. Harta syarikat dilandaskan pada pengertian saham yang sama diberikan dalam usaha hidup, yang artinya mencakup: (1) suami berusaha dan mencari rezeki di luar rumah; (2) isteri berusaha mengurus rumah tangga, membela, dan mendidik anak-anak. Hak masing-masing adalah 50 %, separuh dari harta pencaharian. Hukum ini dalam budaya Melayu Sumatera Utara.

             Terminologi kekerabatan lainnya untuk saling menyapa adalah sebagai berikut: (1) ayah, (2) mak/omak (ibu); (3) abang (abah); (5) akak (kakak); (6) uwak, dari kata tua, yaitu saudara ayah atau ibu yang lebih tua umurnya; (7) uda, dari kata muda, yaitu saudara ayah atau ibu yang lebih muda umurnya; (8) uwak ulung, uwak sulung, saudara ayah atau ibu yang pertama baik laki-laki atau perempuan; (9) uwak ngah, uwak tengah, saudara ayah atau ibu yang kedua baik laki-laki atau perempuan; (10) uwak alang atau uwak galang (benteng), saudara ayah atau ibu yang ketiga baik laki-laki atau perempuan; (11) uwak uteh, uwak putih, saudara ayah atau ibu yang keempat baik laki-laki atau perempuan; (12) uwak andak, wak pandak, saudara ayah atau ibu yang kelima baik laki-laki atau perempuan; (13) uwak uda, wak muda, saudara ayah atau ibu yang keenam baik laki-laki atau perempuan; (14) uwak uncu, wak bungsu, saudara ayah atau ibu  yang ketujuh baik laki-laki atau perempuan; (15) wak ulung cik, saudara ayah atau ibu yang kedelapan baik laki-laki atau perempuan; dilanjutkan ke uwak ngah cik, uwak alang cik, dan seterusnya.

 

4.  Mata Pencaharian

          Pada tahun 2003 Kabupaten ini menjadi salah satu daerah kabupaten/kota dengan ekonomi terbaik se-indonesia. Kabupaten Labuhanbatu Utara adalah daerah Agraris, dimana lebih dari 70% penduduknya bekerja pada sektor pertanian, perkebunan, perikanan maupun peternakan. Disektor pertanian pada penduduk bisa menghasilkan hasil tani mereka dengan sangat baik, contohnya padi, jagung dan ubi kayu yang pemasarannya bisa lokal bahkan sampai antar kabupaten. Disektor perkebunan, Kabupaten Labuhanbatu Utara sangat terkenal dengan kelapa sawitnya. Ini merupakan salah satu mata pencaharian terbesar masyarakat Kabupaten Labuhanbatu Utara.

          Disektor perikanan, kabupaten ini memiliki wilayah laut yang cukup luas sehingga hasil ikan dari laut menjadi salah satu mata pencaharian masyarakat pesisir Kabupaten Labuhanbatu Utara. Bukan hanya dari laut, masyarakat di kabupaten ini juga melakukan budi daya udang dan ikan kerapuh sehingga menambah penghasilan bagi para penduduk Kabupaten Labuhanbatu Utara.

Lalu disektor peternakan, dari lahan di Kabupaten Labuhanbatu Utara yang sangat luas dan dipenuhi dengan perkebunan sehingga penduduk setempat mengambil kesempatan beternak sapi, kambing, kerbau dan lain - lain.

 

C.      Keberadaan Musik Tradisional Bordah Pada Upacara Pernikahan Masyarakat Melayu Pesisir Kabupaten Labuhanbatu Utara

Dewasanya masyarakat luas tidak begitu mengenal kesenian ini, jika kebanyakan mereka hanya tau burdah adalah puisi cinta rasul yang biasa dikenal di lingkungan pesantren. Namun Masyarakat Labuhanbatu Utara sendiri memberikan gagasan kreatifitas mereka dengan terus menerus melestarikan musik tradisional bordah dalam bentuk syair, tari-tarian, musik tradisional gendang melayu, serta adat istiadatnya.

          Musik Tradisional Bordah dimainkan minimal oleh 7 orang, dan standartnya 11-15 orang pemain. Seluruh pemain wajib memakai pakaian khas melayu yang sopan, pakaian untuk upacara adat adalah baju kurung cekak musang atau lebih dikenal dengan sebutan baju teluk belanga. Baju ini dipadukan dengan sarung yang indah yang digunakan di pinggang sambil mengenakan kopyah (penutup kepala).

Bordah hanya dimainkan oleh laki-laki saja dan tidak boleh wanita. Menurut bapak Ayyub, hal ini dikarenakan masyarakat melayu sangat menjunjung nilai kesopanan, wanita akan dianggap kurang ber-adab pada jaman dahulunya apabila melakukan puncak-memuncak (tari-tarian) sebagai bentuk hiburan, serta dianggap menjatuhkan derajat wanita didepan permaisuri.  Sehingga sampai saat ini pemain bordah adalah laki-laki.

Keberadaan Musik Tradisional bordah masyarakat melayu pesisir Kabupaten Labuhanbatu Utara ini dikenal karena syair-syairnya yang memiliki makna berbagai pesan moral, musik tradisional gendang melayunya yang tidak terpengaruh oleh perkembangan jaman, dan musik tradisional bordah sebagai iringan dan pelengkap upacara pernikahan masyarakat melayu pesisir Labuhanbatu Utara. Satu persatu akan dibahas oleh peneliti berikut dibawah ini:

 

1.      Syair Bordah

Syair dalam sebuah lagu memiliki peranan penting karena pemahaman terhadap isi dari pada lagu yang dibawakan tidak hanya dilihat dari segi melodi namun juga syair. Karena melalui syair, pesan dari lagu dapat dimengerti oleh masyarakat luas. Begitupun syair bordah yang didalamnya terkandung berbagai sejarah nabi serta pesan moral, memaparkan nilai-nilai yang baik. Selain itu, masyarakat juga dapat mengambil hikmah dari kehidupan Nabi Muhammad seperti yang dibacakan dalam syair tersebut.

Syair musik tradisional bordah yang dinyanyikan oleh para pemain bordah dibaca dari buku yang berjudul “Majmu’atul Mawalid Wa’ad’iyyat” atau biasa disebut dengan kitab Majmu’at, karya To Putra cetakan Semarang. Buku ini digunakan karena lebih mudah dibaca dari segi penulisan serta tiap baris huruf pada syair yang bertulisan arab lebih jelas.

Tahapan-tahapan syair yang terdapat pada buku yang dinyanyikan oleh para pemain musik tradisional bordah yakni: Amintadja, Malimbiro, Astagfir, Muhammadon, Fainnafa, Yaumun, Zaat, Tabarok dan Damat.

 

a)       Tahap Pertama (Amintadja)

Amintadja memiliki pengertian yaitu pangkal kaji yaitu awal atau pembukaan. Bagian tahap ini berjumlah 30 baris.


Gambar 4.2. Tahap Syair Amintadja.
(Sumber: Kitab Maj’mu’at hal 201-203 ).

Bagian ini merupakan bagian prolog. Pesan yang tersirat yakni dari nasehat seseorang yang berdialog dengan sang penyair di dalam syair tersebut, agar tidak terlalu larut dalam kesedihan yang terus menerus.

 

b)      Tahap Ke-2 (Malimbiro)

Malimbiro sering disebut tahap berpangkas atau memangkas dan merapikan rambut. Dengan maksud berpangkas adalah kegiatan yang dilakukan pengantin sebelum khatam kaji (tamat Al-Quran).  Tahap ini berjumlah 20 baris.

 

Gambar 4.3. Tahap Syair Malimbiro.
(Sumber: Kitab Maj’mu’at hal 203-205).

 Tahap syair Malimbiro, bercerita tentang bahaya menuruti hawa nafsu. Pesan yang tersirat yakni sang penyair menyarankan agar kita menjauhi hawa nafsu dan setan.

a)      Tahap ke-3 (Astaghfir)

Astaghfir adalah tahap ke-tiga yang dibawakan pada saat menyanyikan syair bordah. Tahap syair ini berjumlah 16 baris.

 

 

 

 

 

 

 





Gambar 4.4. Tahap syair Astaghfir.
(Sumber: Kitab Maj’mu’at hal 205-206).

 

Tahap syair astaghfir, sang penyair bercerita mengenai dirinya sendiri, dia menyadari bahwa dia selalu lalai dalam menjalankan perintah Allah. Sang penyair menyadari bahwa syair-syair yang diciptakannya seperti perintah menjauhi hawa nafsu dan sebagainya, nyatanya perbuatannya sendiri tidak sesuai dengan perkataannya. Untuk itulah ia menyesal dan bertaubat kepada Allah SWT. Sang penyair menyarankan agar kita tidak lalai dalam menjalankan perintah Allah seperti dirinya.

 

b)      Tahap ke-4 (Muhammadon)

Muhammadon adalah jenis syair tahap ke empat dari tahapan-tahapan syair bordah. Tahap syair ini berjumlah 22 baris.

 

                                       

 

 

 

 




 

 


Gambar 4.5. Tahap Syair Muhammadon.
(Sumber: Kitab Maj’mu’at hal 206-208).

 

Tahap syair Muhammadon adalah tahap dimana sang penggubah syair begitu memuji kepribadian Nabi Muhammad. Karena memuji Rasul Allah termasuk mendatangkan pahala.

c)      Tahap ke-5 ( Fainnafa)

Tahap syair ini berjumlah 30 baris.

 

 


.

 

 

 

 

 

Gambar 4.6. Tahap Syair Fainnafa.
(Sumber: Kitab Maj’mu’at hal 208-210)

 

Tahap syair Fainnafa, sang penggubah masih bercerita tentang rasa kagum dirinya yang luarbiasa kepada sosok mulia seperti Nabi Muhammad SAW.

 

d)     Tahap ke-6 Yaumun

Yaumun adalah tahap syair ke-enam pada rangkaian syair kasidatul burdah. Tahap ini merupakan tahap yang dulunya sering dimainkan. Tahap syair ini berjumlah 24 baris.

Gambar 4.7. Tahap Syair Yaumun.
(Sumber: Kitab Maj’mu’at hal 2010-212)

Pada tahap syair Yaumun, Al-Bushiri bercerita tentang peristiwa-peristiwa menakjubkan ketika menjelang kelahiran Nabi Muhammad. Al-Bushiri seakan mengingatkan kita agar tidak lupa akan Peristiwa-peristiwa tersebut sebagai ajaran agar kita tidak memungkiri keistimewaan Nabi Muhammad sebagai Rasul Allah. Pesan dari tahap ini adalah nilai pendidikan sejarah Nabi Muhammad.

 

 

g)      Tahap ke-7 (Za’at)

 

Tahap syair bordah yang ke-tujuh ini sangat jarang dimainkan, dikarenakan waktu permainanan musik tradisional bordah yang dipersingkat.  Tahap syair ini berjumlah 24 baris.


 

Gambar 4.8. Tahap Syair Za’at.
(Sumber: Kitab Maj’mu’at hal 212-214

            Tahap syair Za’at, sang penyair menuturkan tentang mukjizat-mukjizat dimiliki oleh Nabi Muhammad. Pesan yang tersirat dalam syair yakni mengajarkan kita agar beribadah mendekatkan diri kepada Allah SWT untuk meminta pertolongan Allah SWT apabila tiap kali resah.

 

h)      Tahap Ke- 8 (Tabarok)

Tabarok merupakan tahap ke-delapan pada tahapan-tahapan syair bordah yang dimainkan oleh pemain grup musik tradisional bordah. Tahap syair tabarok berjumlah 18 baris.




Gambar 4.9. Tahap Syair Tabarok.
(Sumber: Kitab Maj’mu’at hal 214-215).

Pada Tahap syair Tabarok, awal syair masih bercerita mengenai mukjizat Nabi Muhammad yang paling mulia yaitu Al-Qur’an. Dia lalu menuturkan mukjizat-mukjizat serta keistimewaan kandungan yang terdapat dalam ayat-ayat Al-Qur’an. Terdapat nilai pendidikan pada bagian tahap syair ini.

 

i)        Tahap ke- 9 (Damat)

Tahap syair damat adalah tahapan syair yang terakhir, tahap syair bagian ini adalah tahapan dimana para pemain musik tradisional bordah serta para kerabat dari para pengantin melakukan tari-tarian. Menurut Bapak Ayyub, Damat juga sebagai tahap puncak pertunjukan musik tradisional bordah yang paling disukai oleh masyarakat. Tahap syair damat berjumlah  138 baris. 

 

Tahap Syair Damat yakni menceritakan keistimewaan – keistmewaan Al-Qur’an, peristiwa Isra’ Mi’raj yaitu kisah fenomenal perjalanan suci Nabi Muhammad dari Masjidil Aqsha ke Mustawa (sebuah tempat tertinggi di atas langit), lalu kisah keperkasaan Nabi Muhammad Saw dan para sahabatnya dalam peperangan melawan musuh-musuh Islam. Di dalamnya digambarkan betapa keberanian dan kegagahan Nabi Muhammad membuat musuh-musuh ketakutan dan lari tunggang-langgang.

Lalu tentang Al-Bushiri sendiri, mengenai penyesalannya yang mendalam terhadap kebiasaan menggubah syair pepujian terhadap penguasa demi mendapatkan imbalan materi tertentu, menurutnya kebiasaan ini sangat buruk dan harus segera dijauhi sehingga Al-Bushiri memohon ampun kepada Allah dan bertaubat serta mengharapkan syafa’ah / pertolongan Nabi Muhammad di akhirat nantinya.

Adapun cara menyanyikan syair bordah bagi masyarakat melayu pesisir Kabupaten Labuhanbatu Utara, pada dasarnya penyanyi tidak berpatokan pada nada dasar atau tanda kunci tertentu saat ingin memulai menyanyi. Para penyanyi menggunakan istilah ta’awudj, yaitu berdasarkan setinggi atau serendah mana si penyanyi mengambil nada dasar tergantung keinginan dan nyamannya si penyanyi dalam menyanyikan syair burdah. Sehingga tidak bisa dituangkan / dituliskan ke dalam notasi.

 

 

 

2.      Instrument Musik Tradisional Bordah Gendang Melayu

   Alat musik tradisional gendang melayu merupakan satu-satunya alat musik yang digunakan pada setiap anggota grup musik tradisional bordah desa Kuala Bangka, Kecamatan Kualuh Hilir, Kabupaten Labuhanbatu Utara.

Masyarakat Kualuh Hilir termasuk masyarakat yang menjaga kelestarian kesenian tradisinya dari dulu hingga saat ini, karena masih menggunakan alat musik tradisional gendang melayu sebagai pengiring bordah. Sementara di daerah lain seperti Gunting Saga yang terletak di Kualuh Selatan, lalu Riau yang berada diluar Kabupaten Labuhanbatu Utara, kini menggunakan alat musik selain gendang melayu seperti akordion, biola, keyboard dan juga tamborin sebagai tambahan alat musik pengiring bordahnya.

Gendang melayu yang digunakan terbuat dari Kayu Tualang, agar lebih kokoh serta kulit membrannya yang terbuat dari kulit kambing jantan 

Cara memainkan gendang melayu adalah dengan dimainkan sambil duduk bersila, kemudian gendang ditaruh diatas paha sebelah kanan maupun kiri tergantung nyamannya pemain. Lalu tangan yang satu memukul bagian sisi pinggir gendang atau bagian atas sisi membran yang terdengar seperti bunyi tak. Lalu tangan yang satunya memukul bagian tengah gendang yang akan terdengar seperti bunyi dung atau biasa disebut bunyi bass pada gendang melayu.

 

           

 

 


Gambar 4.12. Salah Satu Pemain Musik Tradisional Bordah Saat Memainkan Gendang Melayu.
(Dokumentasi : Lailatul Hasanah. 2019)

          Adapun irama yang dimainkan menggunakan gendang melayu yakni irama mengikut lagu/syair yang dinyanyikan, karena tergantung kepada sampai dimana baris syair dinyanyikan, biasanya setiap 2 baris syair selesai akan ditabuh gendang melayu dengan satu pukulan saja. Hal ini berlaku dengan tahap syair dengan tempo pelan atau berkisar 50-60. Setiap pemain memainkan pola irama yang sama. Sementara untuk tahap syair dengan tempo 80-120, irama yang dimainkan terdiri dari 2 variasi yakni :

Pola 1 :

Pola 2:  

 

2.      Musik Tradisional Bordah Pada Upacara Pernikahan

Jika dahulunya bordah dimainkan untuk menghibur raja, maka Sehubungan dengan upacara pernikahan bordah Sebagai ungkapan rasa syukur juga sebagai salah satu hiburan kepada pengantin yakni raja dan ratu sehari oleh masyarakat Melayu pesisir di Kabupaten Labuhanbatu Utara.         

          Adapun tradisi- tradisi yang digelar adalah : tradisi kenduri, malam berinai  dan menarikan inai, tepung tawar, upah-upah, mengayunkan anak, marsanji, marhaban, tradisi pengantin wanita naik pelaminan, tradisi pengantin laki-laki datang menuju pelaminan, tradisi mamuncak, tradisi memboyong menantu menuju pelaminan, makan bersuap, nasi hadap-hadapan.

a.    Tradisi Kenduri

Kenduri adalah acara masak-memasak serta persiapan kebutuhan makanan di kediaman pengantin wanita sebelum resepsi pernikahan, yang dibantu oleh para kerabat pengantin serta para tetangga juga kegiatan makan bersama. Tradisi ini digelar untuk mempererat tali silaturahmi antar kerabat keluarga dan para tetangga.

Gambar 4.13. Para Kerabat Dan Tetangga Menyantap Hidangan Kenduri.
(Dokumentasi : Lailatul Hasanah. 2019).

 

Kenduri dilaksanakan tepatnya selesai solat Ashar hingga menjelang solat magrib. Pada saat selesai solat Maghrib, kenduripun dilanjutkan hingga malam hari dengan di iringi musik tradisional bordah. Pada pembuka ini, tahap syair yang dimainkan adalah tahap syair Amintadja dan Malimbiro.

 

b.      Tradisi Malam Berinai

Malam berinai adalah tradisi pengantin wanita mengenakan inai. Menurut bapak Ayyub tujuan dari malam berinai ini adalah selain untuk memperindah calon pengantin wanita agar lebih tampak bercahaya menarik dan cerah. Upacara ini melambangkan kesiapan calon pasangan pengantin untuk meninggalkan hidup menyendiri untuk menuju kehidupan berumahtangga.

Gambar 4.14. Pengantin Wanita Saat Berinai
(Dokumentasi : Lailatul Hasanah).

 

Bersamaan dengan tradisi malam berinai maka dilanjutkan tahap syair yang selanjutnya yaitu Astaghfir, Muhammadon, dan Fainnafa yang dapat selesai hingga tengah malam. 

 

 

a.       Tradisi Pengantin wanita saat naik pelaminan

Pada tahap ini, Musik tradisional bordah ditampilkan pada saat  di pagi hari pada jam 9 atau paling lama pada jam 10. Kemudian di saat pengantin wanita duduk di atas pelaminan menunggu kedatangan rombongan pengantin laki-laki. Tahap syair yang dimainkan adalah Yaumun dan Za’at.

Pada saat Pengantin laki-laki dan rombongan telah dekat menuju pengantin wanita, 2-4 pemain bordah akan turun ke jalan tepat di depan para pengantar pengantin laki-laki menuju pelaminan. 2 orang sebagai pemukul gendang, dan dua lagi sebagai pemencak silat sebagai salah satu tradisi masyarakat melayu untuk menyambut kedatangan para keluarga dari pengantin laki-laki.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 4.15.  Rombongan Pengantin Laki-Laki Tiba Di Lokasi Pesta Disambut Para Pemuncak Dan Keriuhan Pemain Musik Tradisional Bordah.
(Dokumentas i : Lailatul Hasanah. 2019).

 

Para pemain bordah tersebut berjalan sambil memainkan gendang dan menyanyikan syair bordah. Sementara sisa pemain bordah yang lain tetap memainkan musik tradisional bordah di depan pengantin wanita yang sedang menunggu kedatangan keluarga pengantin laki-laki. Pada tahap ini, syair yang dimainkan adalah tabarok.

Setelah pengantin laki-laki duduk berdampingan dengan pengantin wanita, maka para pemain bordah akan memainkan tahap syair yang terakhir yaitu tahap syair damat. Tahap damat adalah pada saat para pemain musik tradisional bordah dan para kerabat dari pengantin laki-laki dan wanita menari di tengah-tengah para pemain musik tradisional bordah. Sebelumnya keluarga wanita memberi tepak sirih kepada pengantin laki-lakinya untuk meminta membuka tarian pada tahap syair damat.Sebagai Lambang terimakasih dan penghargaan kepada keluarga dari mempelai wanita. Setelahnya, penari yang telah selesai menari kemudian melempar beras yang sudah disediakan di dalam wadah kepada penari selanjutnya yang ia tunjuk untuk menari.


Gambar 4.16. Penari Saat Menaburkan Beras Ke Penari Selanjutnya Yang Ingin Ia Pilih.
(Dokumentasi : Lailatul Hasanah. 2019).

 

Para kerabat atau para pemain musik tradisioal bordah yang ingin menari, harus memberikan bentuk penghormatan kepada raja dan ratu sehari, caranya adalah dengan bertekuk lutut sembari menyatukan kedua telapak tangan layaknya menunjukkan salam hormat kepada raja dan ratu.

Gambar 4.17. Pemain Bordah Penghormatan Sebelum Menari.
(Dokumentasi : Lailatul Hasanah. 2019).

 

Aturan dalam menari adalah tidak boleh bergerak membelakangi pengantin. Alur gerak yang dilakukan yakni memutar setengah lingkaran lalu mundur dan kemudian menghadap pengantin. Gerakan tersebut berulang dilakukan sampai selesai, semakin lama menari maka gerakan akan semakin lincah. Gerakan-gerakan tarian tersebut disebut gerakan gubang. Adapun jumlah penari maksimal 2 orang yang dimaksud berpasangan, namun bisa juga 1 orang.

            Setelah beberapa saat penari akan mengambil bunga atau yang disebut salabayung  yang telah disediakan di depan pengantin sambil menari dengan memegang salabayung. Salabayung terbuat dari kayu pulay yang lembut, diukir dan dibeli bunga hiasan di kayu tersebut. Fungsinya sebagai hadiah bagi kedua pengantin.

Gambar 4.18. Penari Saat Menggunakan Bunga Salabayung.
(Dokumentasi : Lailatul Hasanah. 2019).

 

Sembilan tahapan – tahapan tersebut jika dilaksanakan membutuhkan waktu yang sangat lama. Oleh karenanya Menurut Bapak Ayyub, dahulu sekali, musik tradisional bordah membutuhkan waktu pertunjukan dilaksanakan 2 hari sebelum resepsi pernikahan.

Tahapan-tahapan tersebut dilaksanakan, maka para pemain musik tradisional bordah memainkan syair tahapan tahapan Za’at, Tabarok, dan Damat setelah acara pengantin wanita Khatam Al-Qur’an di pagi hari. Di penghujung pertunjukan musik tradisional bordah dimana tahap damat adalah tahap yang paling memeriahkan karena diiringi dengan tari-tarian serta permainan pola irama gendang melayu yang dimainkan dengan tempo cepat.

Namun sekarang, tahapan syair yang dimainkan tidak lagi kesembilan tahapan tersebut, melainkan hanya tahap Amintadja, Malimbiro, Astaghfir dan Damat, bahkan terkadang hanya menggunakan dua tahap saja seperti Amintadja dan Damat. Hal ini dilakukan masyarakat untuk mempersingkat waktu dan juga menghemat biaya serta dianggap lebih praktis. Sehingga musik tradisional bordah hanya ditampilkan pada pagi hingga siang hari. Namun ada juga yang menampilkan musik tradisional bordah di malam hari yaitu pada malam pengantin berinai tepat setelah solat Isya.

 

3.      Bordah Sebagai Musik Tradisional di Labuhanbatu Utara

Musik tradisional bordah telah menjadi sebuah musik tradisional kabupaten Labuhanbatu Utara yang merekat di diri masyarakat, Hadir diberbagai upacara maupun berbagai tradisi yang diadakan masyarakat. Selain wajib ditampilkan pada upacara pernikahan masyarakat melayu pesisir Kabupaten Labuhanbatu Utara, musik tradisional bordah juga ditampilkan dalam berbagai kegiatan-kegiatan lainnya sebagai bentuk upaya pelestarian bordah.

a)      Hagaf (Perayaan hari ke-3 Idul Fitri) di Gunting Saga Labuhanbatu Utara

Salah satu hal yang dilakukan pemerintah daerah demi melestarikan kesenian musik tradisional bordah adalah dengan menampilkan musik tradisional bordah di acara Hagaf . Hagaf merupakan acara perayaan hari raya umat Islam Idul Fitri di Kabupaten Labuhanbatu Utara setiap tahunnya. Hagaf di adakan tepatnya hari ke-3 lebaran di Gunting Saga, Kecamatan Kualuh Selatan, Kabupaten Labuhanbatu Utara.

 



 


Gambar 4.19.  Musik Tradisional Bordah di acara pembukaan Hagaf .
(Dokumentasi : Lailatul Hasanah. 2019).

 

Pada Hagaf terdapat berbagai macam perlombaan yang merupakan ajang pengembangan bakat bagi masyarakat. Acara-acara tersebut adalah fashion show, adzan, thafidz qur’an, kuliner, tangkap bebek, tarian daerah, renang, dangdut, pemilihan raja dan ratu Sungai Kualuh. Acara ini berlangsung selama empat hari. Termasuk acara pembuka selalu di awali dengan musik tradisional bordah.

b)      Festival Kesenian Bordah Labuhanbatu Utara

Selain acara tahunan Hagaf, Pemerintahan Kabupaten Labuhanbatu Utara sejatinya mengadakan kegiatan-kegiatan yang mendukung pelestarian musik tradisional bordah.


Gambar 4.20. Festival Kesenian Bordah.
(Sumber : Medandaily.Com

Melalui surat elektronik yang diterima MedanBisnis, Rabu (18/6), Ketua Panitia Pelaksana Festival Bordah, Drs Rivai Nasution MM, mengatakan  "Lagi pula festival ini sejatinya khas kesenian masyarakat muslim Labuhanbatu Utara. Karena itu kami merasa wajar jika seni budaya Bordah ini sangat perlu dilestarikan agar tidak sampai terkikis oleh arus jaman".


Gambar 4.21. Bupati Labuhanbatu Utara H.Khairuddinsyah Saat Memberikan Hadiah kepada Pemenang Festival Lomba Kesenian Bordah.
(Sumber : Laburaku. 2017)

 

 

c)      Acara Khitanan / Sunnatan

Pelaksanaan tradisi sunat adalah sebagai bentuk perwujudan cara nyata pelaksanaan hukum Islam. Dalam Agama Islam Khitanan atau sunat adalah mencontoh perilaku Nabi Ibrahim yang menjalani sunat pertama kali dalam sejarah para nabi dalam agama Islam.


Gambar 4.22. Musik Tradisional Bordah Pada Acara Sunatan Masyarakat Melayu Pesisir Labuhanbatu Utara.
(Dokumentasi : Lailatul Hasanah. 2019.

 

Khitanan dilakukan pada saat anak laki-laki menjelang usia pubertas. Pada masyarakat Labuhanbatu Utara, acara khitanan ini kemudian digelar acara syukuran atas telah terlaksananya khitanan. Dan biasanya masyarakat melayu menampilkan musik tradisional sebagai perwujudan rasa syukur mereka kepada Allah SWT.

 

d)     Kegiatan Syukuran Kelahiran Anak

Upacara ini dilangsungkan dalam kegiatan tradisi masyarakat Melayu terutama  jika sesebuah keluarga baru mendapat anak atau cucu sulung.

Gambar 4.23. Musik Tradisional Bordah Pada Acara Syukuran Kelahiran Anak Masyarakat Melayu Kabupaten Labuhanbatu Utara.
(Dokumentasi : Lailatul Hasanah. 2019).

 

Kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan masyarakat melayu pesisir Labuhanbatu Utara pada dasarnya beriringan dengan pertunjukan bordah sebagai kesenian musik tradisional Labuhanbatu Utara. Dengan ditampilkannya musik tradisional bordah diberbagai ajang maupun kegiatan, akan menambah bentuk pelestarian kesenian budaya masyarakat melayu di mata masyarakat. Sehingga musik tradisional bordah tidak pernah punah dan dikenal secara luas sebagai suatu kesenian kebudayaan Melayu.

 

D.      Fungsi Musik Tradisional Bordah Pada Upacara Pernikahan Masyarakat Melayu Pesisir Kabupaten Labuhanbatu Utara.

Hasil wawancara dengan Bapak Kadir Domo menyampaikan Musik tradisional Musik Tradisional Bordah Pada Upacara Pernikahan Labuhanbatu Utara memiliki beberapa macam fungsi antara lain:

1.      Sebagai Hiburan

Musik tradisional Bordah merupakan salah satu acara hiburan. Hiburan merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat penting, karena dengan hiburan manusia dapat meringankan beban dari tekanan-tekanan dan ketegangan psikologis atau mental maupun fisik yang terjadi dalam kehidupan. Fungsinya tetap sama sejak dahulu, dahulu untuk menghibur raja, dan sekarang untuk menghibur kedua pengantin dan masyarakat.



 

 



Gambar 4.24. Kerabat dan pemain bordah menari bersama di depan raja dan ratu sehari.
(Dokumentasi : Lailatul Hasanah, 2019)

 

 

 

2.      Sebagai Iringan Tradisi

Musik tradisional bordah juga berfungsi sebagai pengiring tradisi pada upacara pernikahan masyarakat melayu pesisir Labuhanbatu Utara. Seperti tradisi saat pengantin wanita menunggu kedatangan pengantin laki-laki. Tradisi menyambut kedatangan pengantin laki. Dan  juga pengiring tari-tarian gubang.

 

3.      Sebagai Sarana Komunikasi

Menurut Bapak Kadir, Komunikasi yang dimaksud adalah musik tradisional bordah pada upacara pernikahan sebagai sarana pemberitahuan kepada masyarakat sekitar bahwasanya ada yang melaksanakan pernikahan. Sehingga masyarakat dapat melihat dan datang ke upacara pernikahan. Ditambah lagi, bordah dimainkan disaat pengantin wanita telah duduk di pelaminan. Fungsi ini telah digunakan seajak dahulu. Karena dahulu tidak adanya alat komunikasi modern, sehingga musik tradisional merupakan salah satu sarana pemberitahuan.


Gambar 4.25. Masyarakat berdatangan ke acara pesta pernikahan yang digelar dengan musik tradisional bordah.
(Dokumentasi : Lailatul Hasanah. 2019)

 

 

4.      Sebagai Ungkapan Rasa Syukur

Musik tradisional bordah pada upacara pernikahan merupakan ungkapan rasa syukur manusia kepada Allah atas bersatunya kedua mempelai yang menikah. Sehingga di bawakan musik tradisional bordah yang berisi syair-syair memohon ampun kepada Allah  dan menjauhi larangannya serta memuji Nabi Muhammad, sebab memuji Nabi Muhammad dalam Islam merupakan salah satu bentuk ketaatan kepada Allah SWT.

 

 

 

5.      Kesinambungan Budaya

Menurut Bapak Kadir, setiap acara pernikahan musik tradisional Bordah selalu ditampilkan, bahkan pun terkadang ditampilkan pada acara sunatan dan syukuran kelahiran anak oleh masyarakat Labuhanbatu Utara. Dengan tujuan melestarikan musik tradisional Bordah dan berusaha untuk mengenalkan secara luas kepada masyarakat bahwa musik tradisional Bordah mampu memberikan banyak manfaat dalam kehidupan bermasyarakat selain sebagai bentuk kesenian tradisional.

Kegiatan-kegiatan yang di isi dengan musik tradisional bordah diharapkan agar musik tradisional bordah dikenal oleh kalangan muda dan masyarakat berupaya untuk mempertahankan kebudayaan tersebut dan melestarikannya.

 

6.      Sarana Ekspresi Diri

Bagi para seniman musik tradisional bordah musik merupakan media untuk mengekspresikan diri mereka. Melalui musik, mereka mengaktualisasikan potensi dirinya. Melalui musik juga, mereka mengungkapkan perasaan ataupun emosi, pikiran, gagasan, dan cita-cita tentang diri, masyarakat, dunia dan Tuhan.

 

 

E. Nilai – Nilai Kearifan Lokal Musik Tradisional Bordah Pada Upacara Pernikahan Masyarakat Melayu Pesisir Kabupaten Labuhanbatu Utara.

Masyarakat melayu pesisir desa Kuala Bangka Kecamatan Kualuh Hilir Kabupaten Labuhanbatu Utara, sejak dahulu hingga sekarang tetap mempertahankan kebudayaan mereka secara turun temurun meski masyarakatnya sudah mengalami perkembangan jaman baik komunikasi dan informasi, seperti halnya musik tradisional bordah pada upacara pernikahan. Sebab akibat musik tradisional tersebut dipertahankan, selain memiliki berbagai fungsi, juga karena mengandung nilai-nilai serta ajaran-ajaran sebagai pembentukan karakter yang menjadi pedoman bagi masyarakatnya.

Adapun Nilai-nilai kearifan lokal musik tradisional bordah, di lihat dari segi syair-syair, tari-tarian, serta bagaimana cara masyarakat memandang musik tradisional bordah dari segi pandangan hidup yang sebetulnya tersembunyi dibalik  perilaku  kehidupan  sehari-hari mereka.  Pandangan  hidup  inilah  yang membuat mereka menjadi  masyarakat yang kuat dalam menjaga dan membina nilai-nilai dalam  keluarga,  sosial,  dan  keagamaan, sehingga mereka dapat hidup rukun, aman, dan tenteram.

Berdasarkan data dan fakta dari narasumber beserta hasil penelitian pada lingkungan sosial masyarakat, maka dapat diperoleh hasil tentang nilai-nilai kearifan lokal musik tradisional bordah pada upacara pernikahan masyarakat melayu pesisir Kabupaten Labuhanbatu Utara yakni Desa Kuala Bangka, Kecamatan Kualuh Hilir , adalah sebagai berikut :

 

1.      Nilai Religi

Menurut Bapak Ayyub, nilai Religi adalah nilai utama musik tradisional bordah. Adapun nilai-nilai religi yang terdapat pada musik tradisional bordah yaitu :

a)      Burdah antara lain berisi shalawat dan cerita tentang keagungan Nabi Muhammad. Dalam ajaran Islam, membaca shalawat adalah salah satu ibadah sunnah yang sangat diutamakan. Membaca shawalat satu kali dijanjikan pahala sepuluh kali lipatnya. Sebuah motivasi yang cukup bagus dan efektif untuk melestarikan tradisi pembacaan syair burdah itu sendiri.

b)   Makna syair yang banyak memberi nasihat baik, beberapa diantaranya agar tidak menuruti hawa nafsu dan setan, mencontoh perilaku Nabi Muhammad, seperti tidak serakah.

c)    Menurut Bapak Kadir Domo musik tradisional bordah sangat memotivasi para anak-anak untuk lebih giat belajar mengaji. Sebab awal untuk membaca syair burdah adalah dengan belajar mengaji dasar terlebih dahulu.

Menurut Bapak Ayyub, Kasidah Burdah adalah salah satu syair yang memiliki berbagai fungsi positif dan mengandung berbagai makna ajaran baik didalamnya terutama dalam agama.

 

2.      Nilai Seni

Musik tradisional bordah merupakan paket lengkap yang memiliki berbagai unsur seni di dalamnya yaitu :

a)    Segi syair. Kasidatul burdah gubahan Imam Al-Bushiri merupakan karya sastra yang indah bernilai seni tinggi. Hal ini terbukti dari Tinggi apresiasi para pemerhati sastra sampai syair ini disejajarkan dengan banat Su’ad, syair legendaris yang sangat populer gubahan Ka’b ibn Zuhair (w.662), seorang penyair yang sangat terkemuka di kalangan sahabat.

b)   Seni tari-tarian. Menurut Bapak Ayyub gerakan tari-tarian seperti gerakan menanam padi serta menangkap ikan dengan jala. Tarian tersebut menggambarkan keseharian masyarakat melayu pesisir Labuhanbatu utara yang mayoritas berprofesi sebagai nelayan dan petani. Gerakan tarian tersebut di ciptakan sendiri oleh masyarakat sedemikian rupa.

Gambar 4.26. Para pemain musik tradisional bordah saat melakukan tari-tarian dengan gerakan yang sama.
(Dokumentasi : Lailatul Hasanah. 2019)

 

c)    Alat musik tradisi. Musik Tradisional Gendang melayu adalah pengiring kesenian musik tradisional bordah yang mengandung nilai seni dari segi bentuk dan juga fungsi.

d)   Pakaian. Pakaian para pemain musik tradisional bordah selain harus sopan namun juga harus enak di lihat mata serta memiliki unsur keindahan dan budaya. Maka dari itu para pemain menggunakan pakaian adat khas suku Melayu dengan kompak.

 

3.      Nilai Solidaritas

Adapun nilai solidaritas ditunjukkan oleh masyarakat melayu pesisir Labuhanbatu Utara yaitu dari berbagai hal berikut :

a)    Adanya kekompakan Para pemain musik tradisional bordah dalam memainkan irama gendang melayu serta menyanyikan syair bersama-sama, bahkan kompak dari segi berpakaian.

 

 


Gambar 4.27. Para Pemain Salah Satu Grup Musik Tradisional Bordah Desa Kuala Bangka (Dokumentasi :Lailatul Hasanah, 2019)

 

b)   Berbagai tradisi pada upacara pernikahan yang diiringi musik tradisional bordah tidak akan berjalan lancar jika masyarakat hanya bekerja sendiri-sendiri. Mereka harus bertanggung jawab, bermusyawarah, dan bergotong royong. Misalnya saat pengantin laki-laki di antar menuju rumah pengantin perempuan dibutuhkan kerjasama antar masyarakat untuk saling memberikan pemain pencak silat nya baik dari pihak laki-laki dan perempuan yang membutuhkan banyak tokoh yang berperan di dalamnya.

 


Gambar 4.28. Para Pemain Musik Tradisional Bordah Dan Para Kerabat Kedua Pengantin Saat Menyambut Kedatangan Pengantin Laki-laki 
( Dokumentasi : Lailatul Hasanah. 2019).

Gambar 4.29. Pihak keluarga pengantin lelaki saat  menuju pelaminan pengantin wanita dengan berbagai hantaran.
(Dokumentasi : Lailatul Hasanah : 2019)

Hal-hal tersebut diatas tidak akan terjadi apabila tidak adanya sikap solidaritas antar sesama pemain. Serta rasa kesatuan dan simpati masyarakat sebagai salah satu anggota dari daerah yang sama yang dibentuk oleh kepentingan bersama.

 

 

4.      Nilai Toleransi

Masyarakat yang mendiami daerah Labuhanbatu Utara memang mayoritas bersuku melayu, namun banyak juga diantaranya yang bersuku batak maupun jawa. Dan merekapun tidak hanya beragama Islam saja. Namun sikap toleransi dapat ditunjukkan oleh masyarakat melalui musik tradisional bordah pada upacara pernikahan contohnya :

a)    Musik tradisional bordah pada upacara pernikahan tidak hanya digunakan oleh masyarakat yang bersuku Melayu saja, melainkan suku Batak bahkan Jawa pun turut menggunakan musik tradisional bordah pada upacara pernikahan anak-anak mereka di Labuhanbatu Utara, seperti keluarga bersuku batak di bawah ini:

Gambar 4.30. Keluarga yang bersuku batak menggunakan musik tradisional bordah pada upacara pernikahan
(Dokumentasi: Lailatul Hasanah. 2019)

Bahkan masyarakat bersuku batak seperti pada gambar tetap menggunakan musik tradisional bordah pada upacara pernikahannya, terlihat dari pakaian yang dikenakan mempelai pengantin memakai kostum adat suku Mandailing. Hal ini membuktikan bahwa musik tradisional bordah sangat diterima oleh kalangan masyarakat luas lainnya.

 

b)      Walaupun syair musik tradisional bordah adalah kesenian Islami, namun masyarakat yang beragama lain ikut turut andil dalam memeriahkan musik tradisional bordah pada upacara pernikahan. Mereka menunjukkan sikap menghargai antar sesama masyarakat.

Hal hal tersebut merupakan contoh nilai-nilai toleransi antar sesama masyarakat yang tinggal di daerah tersebut tanpa pandang suku maupun agama.

 

5.      Nilai Rukun dan Damai

Menurut Bapak Al-Ustadj Kadir S.Ag. Musik Tradisional bordah pada upacara pernikahan pada dasarnya adalah sarana penyampaian berupa nasihat-nasihat dari para orang tua kepada anak-anaknya maupun para kerabatnya agar berupaya menjalin kerukunan berumah tangga yang damai dan saling rukun. Hal ini ditunjukkan dari berbagai tradisi yang di iringi musik tradisional bordah :

a)      Saat pengantin pria di antar oleh rombongan keluarga menuju rumah pengantin wanita yang disambut langsung oleh keluarga pengantin wanita. Tradisi tersebut artinya agar kedua keluarga menjalin tali kekeluargaan yang baik sehingga saling rukun.

b)      Saat pengantin laki-laki digandeng menggunakan selendang oleh Ibu dari pengantin wanita menuju kepelaminan sambil di iringi musik tradisional bordah. Artinya Ibu dari pengantin wanita harus menjalin hubungan yang baik pula kepada menantunya. Seperti gambar di bawah ini :


Gambar 4.31. Ibu dari pengantin wanita saat menggandeng menantunya menuju pelaminan.
(Dokumentasi : Lailatul Hasanah. 2019.

 

Inti dari setiap posesi upacara pernikahan yang di iringi musik tradisional bordah adalah agar pihak pengantin laki-laki dan perempuan menjalin kerukunan dan kedamaian untuk memulai hidup berumah tangga.

 

6.      Nilai Kesopanan

Nilai kesopanan Musik tradisional bordah pada upacara pernikahan dapat dilihat dari berbagai sisi yakni:

a)    Cara berpakaian para pemain bordah. Menurut bapak Ayyub, pakaian harus menutupi aurat laki-laki, tidak serta merta hanya karena pakaian yang digunakan adalah pakaian khas melayu (teluk belanga). Namun jika tidak memiliki pakaian benuansa melayu tersebut, maka para pemain wajib memakai baju muslim (baju koko) yang sopan. Para pemain musik tradisional bordah desa Kuala Bangka, kecamatan Kualuh Hilir Kabupaten Labuhanbatu Utara biasanya menggunakan pakaian yang sama antar pemain yang satu dengan yang lain yakni busana muslim laki-laki dan juga baju adat khas melayu.

Gambar 4.32. Busana Khas Melayu Yang Dipakai Para Pemain Musik Tradisional Bordah.
(Dokumentasi : Lailatul Hasanah. 2019).

b)   Pada saat menari, para penari tidak boleh berpaling membelakangi pengantin. Pengantin adalah raja dan ratu sehari, jadi para penari harus bersikap sopan di hadapan raja dan ratu. Karena membelakangi raja dan ratu di anggap tidak ber-adab.


Gambar 4.33. Pemain musik tradisional bordah saat menari.
(Dokumentasi : Lailatul Hasanah. 2019)

 

c)    Perilaku sopan lainnya ditunjukkan oleh pemain bordah pada saat sebelum melakukan tarian, mereka wajib memberikanbentuk penghormatan kepada raja dan ratu sehari, caranya adalah dengan bertekuk lutut sembari menyatukan kedua telapak tangan layaknya menunjukkan salam hormat.

 



Gambar 4.34. Kerabat yang ingin menari memberi penghormatan kepada raja dan ratu sehari.
(Dokumentasi : Lailatul Hasanah, 2019)

Tata krama dan etiket yang berlaku dalam suatu masyarakat dalam berbicara, berpakaian, dan bertindak yang sesuai dengan norma dan adat istiadat masyarakat setempat  merupakan nilai-nilai kesopanan dari pengaruh music tradisional bordah pada upacara pernikahan masyarakat Melayu Pesisir Labuhanbatu Utara.

 

7.      Nilai Ekonomi

Musik Tradisional Bordah dapat menjadi salah satu bahagian dari industri pariwisata dan ekonomi kreatif bangsa Indonesia. Seni budaya Melayu ini dapat difungsikan dalam Dunia Kepariwisataan, dalam konteks membangun perekonomian bangsa Nilai ekonomi juga didapat dari musik tradisional bordah yaitu :

a)      Mayoritas masyarakat melayu pesisir desa Kuala Bangka, Labuhanbatu Utara berprofesi sebagai petani dan nelayan. Musik tradisional bordah merupakan salah satu profesi sampingan yang dapat memberikan pendapatan, sehingga sekarang ini, banyak sekali di Labuhanbatu utara grup-grup musik tradisional bordah bermunculan.

b)      Musik tradisional bordah sangat didukung penuh oleh pemerintah Kabupaten Labuhanbatu Utara. Bahkan setiap tahun di adakan festival bordah yang diselenggarakan oleh pemerintah Kabupaten Labuhanbatu Utara demi pelestarian musik tradisi yang langka ini. Berbagai grup musik tradisional bordah selalu meramaikan festival bordah yang berasal dari desa dan kecamatan yang berbeda-beda dari seluruh daerah kabupaten Labuhanbatu Utara. Tidak hanya pemerintah saja yang merasakan dampak finansial positif, tetapi juga masyarakat itu sendiri.

Gambar 4.35. Festival Bordah.
(Sumber : Medandaily.com).

 

Musik Tradisional bordah memiliki nilai ekonomi karena pelaksanaannya menjadi aset pariwisata bagi Kabupaten Labuhanbatu Utara. Nilai ini dipercaya dan dijadikan mata pencaharian hidup bagi masyarakat sekitar agar mereka mendapatkan rezeki yang berlimpah. Musik tradisional bordah yang merupakan acara tahunan dapat menjadi aset Pemerintah Daerah Kabupaten Labuhanbatu Utara di sektor pariwisata.

 

 

 

8.      Nilai Pendidikan

Nilai pendidikan juga mendukung kesuksesan penampilan musik tradisional bordah. Keberadaan musik tradisional berdampak positif bagi masyarakat dimulai dari hal paling mendasar seperti :

a)    Belajar memahami cara membaca syair kasidah burdah merupakan salah satu nilai pendidikan. Syair burdah yang berbahasa arab memotivasi para anak muda dan anak-anak yang ingin bisa menyanyikan syair burdah untuk mempelajari membaca tulisan berbahasa Arab dengan lancar seperti para seniman-seniman bordah lainnya.

b)   Selain dari segi pemahaman cara membaca syair, mengerti dan mengetahui sejarah Nabi Muhammad juga merupakan pengetahuan dini yang harus diajarkan bagi generasi muda di jaman sekarang ini.  Ini merupakan nilai pendidikan, karena melalui sejarah-sejarah Nabi Muhammad, kita dapat mencontoh sifat-sifat baiknya serta cara hidup beliau.

c)    Mengajarkan kebudayaan kepada kaum muda merupakan salah satu bentuk pendidikan yang harus kita ajarkan sejak dini. Banyak anak-anak muda terpengaruh musik modern dan banyak pula yang tidak mengenal musik tradisional daerah tempat ia tinggal. Untuk itu masyarakat mengajak anak-anaknya untuk ikut berpartisipasi dalam memeriahkan musik tradisional bordah seperti gambar berikut :


Gambar 4.36. Seorang Anak Menarikan Bordah Di Tengah-Tengah Para Pemain Musik Tradisional Bordah.
(Dokumentasi : Lailatul Hasanah. 2019)

Nilai-nilai kearifan lokal yang terdapat pada musik tradisional bordah pada upacara pernikahan masyarakat melayu pesisir Labuhanbatu Utara tersebut merupakan wujud kebijakan masyarakat setempat dalam mengelola kebudayaan mereka untuk menciptakan kehidupan bermasyarakat yang saling peduli, toleran, rukun, aman dan damai sejahtera.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

 

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang dilakukan di lapangan dan  penjelasan yang sudah diuraikan mulai dari latar belakang hingga pembahasan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1.      Keberadaan Musik tradisional bordah pada upacara pernikahan masyarakat melayu pesisir Labuhanbatu Utara adalah kesenian tradisi dalam bentuk syair, musik, tari-tarian serta adat istiadat masyarakat Melayu Pesisir Labuhanbatu Utara. Bordah merupakan musik tradisional Labuhanbatu Utara yang ditampilkan pada Kegiatan Festival Piala Bupati, Hagaf (Perayaan hari ke-3 Lebaran), Syukuran Kelahiran anak, dan acara Sunatan pada masyarakat Melayu Pesisir Labuhanbatu Utara.

2.      Fungsi musik tradisional bordah pada upacara pernikahan masyarakat Melayu Pesisir Labuhanbatu Utara adalah sebagai hiburan, sebagai Iringin, sarana komunikasi, ungkapan rasa syukur, kesinambungan budaya dan sarana ekspresi diri.

3.     

81

Nilai-nilai kearifan lokal yang terkandung dalam musik tradisional bordah pada upacara pernikahan masyarakat melayu pesisir kabupaten Labuhanbatu Utara antara lain : nilai religi, nilai seni, nilai solidaritas, nilai toleransi, nilai rukun dan damai, nilai kesopanan, nilai ekonomi dan nilai pendidikan. Nilai-nilai kearifan lokal tersebut dimanfaatkan oleh masyarakat untuk meningkatkan pembangunan karakter berbasis lokal melalui musik tradisional bordah pada upacara pernikahan serta relevan sepanjang masa sehingga bermanfaat bagi generasi yang mendatang.

 

B. Saran

Setelah melakukan penelitian mengenai Keberadaan, Fungsi, nilai-nilai kearifan lokal musik tradisional bordah pada upacara pernikahan masyarakat melayu pesisir kabupaten Labuhanbatu Utara, dapat di ajukan beberapa saran sebagai berikut :

1.      Bagi masyarakat umum diharapkan tetap melestarikan kebudayaan yang ada di Kabupaten Labuhanbatu Utara agar dapat merasakan manfaatnya dan tetap terjaga kelestariannya.

2.      Penulis juga berharap kepada masyarakat Melayu pesisir di Kabupaten Labuhanabatu Utara khususnya kepada pemerintah derah agar senantiasa memperkenalkan berbagai bentuk kesenian kepada masyarakat luas baik di dalam maupun di luar daerah Labuhanbatu Utara. Dengan demikian bentuk kesenian tersebut akan lebih dikenal dan di apresiasi oleh berbagai kalangan.

3.      Kepada para seniman musik tradisional bordah diharapkan agar terus menerus mengajarkan ilmunya kepada para generasi penerus, agar musik tradisional bordah tidak sampai punah karena perkembangan zaman.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Adib, Muhammad. 2009. BURDAH Antara Kasidah, Mistis dan Sejarah. Yogyakarta : Pustaka Pesantren.

Banoe, Pono.2003. Kamus Musik. Yogyakarta : Kanisius

Daminto. 2004. Kerangka Teoritis Penelitian. Jakarta : Gramedia Pustaka.

Hidayati, W Nurul. 2018. Implementasi Pendekatan Realita Dalam Local Wisdom. Jurnal Universitas PGRI Madiun. 234-240.

Kamila, Hayyun. 2018. Kearifan Lokal Tradisi Lisan Pantun Sebagai Alat komunikasi Pertunjukkan Ronggeng Melayu. Medan : Skripsi Universitas Negeri Medan.

Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kelima. 2017. Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.

Koentjaraningrat. 2002. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : Rineka Cipta.

Kuntjara, Esther. 2006. Penelitian Kebudayaan, Yogyakarta :Graha Ilmu.

Maryaeni. 2005. Metode Penelitian Kebudayaan,  Jakarta : PT Bumi Aksara.

Meriam Alan P. 1964. The Antropology if Music, Evaston III , North Western : Unversity Press.

Purba, Mauly. 2007. Musik Tradisional Masyarakat Sumatra Utara : Harapan, Peluang, dan Tantangan. Medan : Universitas Sumatra Utara.

Ratih, Dewi. 2019. Nilai-nilai Kearifan Lokal Dalam Tradisi Misalin Di Kecamatan Cimaragas Kabupaten Ciamis. Jurnal ISTORIA. Vol 15 No1.

Salamun, dkk. 2002. Budaya Masyarakat Suku Bangsa Jawa di Kabupaten Wonosobo Provinsi Jawa Tengah. Yogyakarta : Proyek Pemanfaatan Kebudayaan Daerah.

Sari, Nurmala. 2015.Seni Bordah Pada Masyarakat Melayu di Kabupaten Labuhanbatu Utara Kajian Terhadap Bentuk Penyajian dan Perubahan. Medan : Skripsi Universitas Negeri Medan.

Satyananda, dkk. 2014. Kearifan Lokal Masatua Dan Kaitannya Dengan Pendidikan Karakter Bangsa di Kabupaten Karangasem Bali.Yogyakarta : Ombak.

Sibarani, Robert. 2015. Pembentukan Karakter Langkah-langkah Berbasis Kearifan Lokal. Edisi ke-2.Jakarta : Asosiasi Tradisi Lisan (ATL).

Suragin. 2004. Kamus Musik. Jakarta : Gramedia Widya Sarana Indonesia.

Susetyo, dan Prestisa. 2013. Bentuk Pertunjukan dan Nilai Estetis Kesenian Tradisional Terbang Kencer Baitussolikhin di Desa Bumijawa Kecamatan Bumijawa Kabupaten Tegal. Jurnal Seni Musik UNNES. Vol 2 no 1.

Sukardi. 2003. Metodologi Penelitian Pendidikan, Kompetensi dan Praktiknya. Jakarta : Bumi Aksara.

Takari, dan Fadlin. 2014.Ronggeng dan Serampang Dua Belas Dalam Kajian Ilmu-ilmu Seni. Jurnal. Medan : USU Press.

Takari, dkk. 2014. Adat Perkawinan Melayu Gagasan, Terapan, Fungsi dan Kearifannya, Medan : USU Press.

Takari, Muhammad. 2013.Kesenian Melayu kesinambungan, perubahan dan strategi budaya.Batam : Departemen Etnomusikologi FIB USU.

Triyono. 2013. Metodologi Penelitian Pendidikan, Yogyakarta : Ombak.

Yuliani. 2014. Nilai Kearifan Lokal Dalam Syair Lagu Dolanan Jawa ( Kajian Semantik). Skripsi.Universitas Negeri Medan.

Yunus, Rasid. 2014. Nilai-Nilai Kearifan Lokal (Local Genius) Sebagai Penguat Karakter Bangsa: Studi Empiris Tentang Huyula. Yogyakarta : Deepublish.

 

 

Komentar

Postingan Populer